Oleh: Supomo (Penulis, pegiat sosial)
Rebutan customer atau pelanggan dalam dunia bisnis tentu sesuatu yang biasa dan dianggap sesuatu yang wajar hingga kini. Untuk bisa memenangkan hati pelanggan, para pemain bisnis berlomba tampil dengan kualitas terbaik dan menawarkan banyak keunggulan dalam pelayanan (service excellent). Siapa yang unggul dalam kualitas produk dan layananlah yang akan mampu merebut hati pelanggan.
Kompetisi memenangkan hati pelanggan tidak akan pernah berhenti di satu titik. Selalu muncul ide dan kreativitas baru setiap ada kompetitor yang berhasil menguasai hati pelanggan sehingga jadi market leader. Aksi kejar-kejaran dalam peningkatan kualitas produk dan layanan tidak bisa terelakkan. Relasi antara pebisnis dan pelanggan menjadi sangat dinamis. Pebisnis yang tidak mau menyesuaikan perubahan zaman, bisa tergeser oleh pebisnis lain yang bersikap terbuka dengan perubahan.
Dinamika dalam dunia bisnis, bisa terjadi dalam relasi suami-istri di dalam sebuah rumah tangga, meskipun tidak sama persis. Dalam dunia bisnis, posisinya jelas, siapa penjual dan siapa pelanggan, tidak pernah berubah psosisi. Sementara di dalam rumah tangga, suami maupun istri bisa sama-sama menjadi penjual dan di saat yang lain bisa sama-sama menjadi customer (pelanggan).
Meski demikian, ilmu melayani pelanggan (service excellent) bisa diterapkan oleh seorang suami saat melayani istri, dan juga di saat istri melayani suami. Dalam konteks ini, suami maupun istri adalah pelayan bagi pasangannya. Secara natural, seseorang akan semakin puas dan bahagia jika mendapat layanan yang prima. Pelanggan tidak akan memalingkan hatinya ke yang lain jika layanan mempesona.
Ancaman keharmonisan di dalam rumah tangga, sesungguhnya bukan hanya dari pelakor (perebut lelaki orang), tetapi juga dari pebinor (perebut bini orang). Senjata utama bagi pelakor dan pebinor salah satunya adalah tampilan yang mempesona dan layanan yang prima. Pelakor dan pebinor sangat paham bagaimana menaklukkan hati pelanggan, sehingga pelanggan mau berpaling kepadanya.
Seiring Sejalan
Sebagai seorang muslim tentu kita semua memahami dan meyakini, bahwa berumah tangga adalah bagian dari kesempurnaan ibadah seorang muslim. Oleh karenanya, rumah tangga muslim dibangun bukan hanya untuk hasrat seksual semata, tetapi juga untuk memperbanyak ibadah kepada Allah Swt. Setiap aktivitas kebaikan sekecil apa pun akan menjadi tambahan tabungan amal kebaikan dan pasti akan mendapat balasan dari Allah Swt.
Rumah tangga seorang muslim tidak hanya mengejar kebahagiaan dunia saja, tetapi juga untuk mengejar kebahagiaan di akhirat kelak. Oleh karenanya, seorang suami tentu paham, bahwa kezaliman sekecil apa pun seorang suami kepada istri akan dipertanggungjawabkan di mahkamah Allah Swt kelak. Seorang istri pun paham, bahwa ketaatan dan pelayanannya pada suami dalam segala kebaikan, akan membawanya pada pintu surga-Nya.
Islam memberikan penghargaan kepada suami maupun istri secara setara dan adil. Allah Swt tidak membeda-bedakan hambanya hanya karena status gender. Suami maupun istri akan mendapatkan balasan masing-masing sesuai dengan kadar amalnya. Seorang suami maupun seorang istri sudah seharusnya bisa seiring sejalan menggapai surga-Nya secara bersama-sama. Bukan saling menuntut untuk dilayani, apalagi saling menyakiti perasaan. Namun, saling melayani dengan sebaik-baiknya, karena yang dicari bukan sekadar bahagia di dunia, tetapi juga bahagia di akhirat kelak.
Rumah tangga dalam bingkai ibadah, logika yang dipakai bukan lagi logika dunia, tetapi logika akhirat. Logika akhirat menghendaki suami maupun istri banyak berkorban untuk pasangannya, banyak melayani pasangan, dan banyak berbuat baik pada pasangannya. Allah Swt berfirman, “Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S.. An-Nahl : 97).
Kompaknya suami-istri dalam menjalankan bahtera rumah tangga dalam bingkai ibadah kepada-Nya, akan menjauhkan “pelakor di akhirat”. Pelakor di akhirat kelak terjadi bukan karena buruknya perilaku seorang suami, juga bukan karena buruknya akhlak bidadari. Di akhirat kelak, seorang suami ahli surga akan berpisah dengan istri yang ahli neraka, demikian pula sebaliknya. Seorang suami ahli surga akan ditemani bidadari sebagai balasan dari Allah Swt kepadanya.
Dari Mu’adz bin Jabal ra, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang istri menyakiti suaminya di dunia, maka calon istrinya di akhirat dari kalangan bidadari akan berkat, “Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu sebab ia hanya sementara berkumpul denganmu. Sebentar lagi ia akan berpisah dan akan kembali kepada kami.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah). <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2020>