Hadila – Saat ini kita berada di masa yang tidak biasa. Karena virus Covid-19 terus meluas, berbagai kebijakan baru pun diluncurkan. Mulai dari belajar di rumah, bekerja di rumah, hingga beribadah di rumah. Kini rumah menjadi pusat kegiatan sehari-hari, hamper 24 jam.
Direktur Griya Parenting Surakarta, Farida Nur’aini, menjelaskan di masa seperti ini, orang tua perlu mengusahakan bagaimana menciptakan keluarga yang kondusif agar anak tetap produktif dan bahagia. “Kita adalah pelaku sejarah. Orang-orang yang istimewa, yang mendapatkan kesempatan melakukan hal luar biasa, yang tak bisa dilakukan oleh semua orang. Maka sejarah yang kita torehkan harus manis. Menjadi kenangan indah yang akan kita jadikan sebagai cerita ke generasi kita kelak di masa depan,” ujarnya saat mengisi Kuliah Whatssapp Bareng Cilukba yang digelar Majalah Cilukba, beberapa waktu lalu.
Bagaimana agar sejarah ini menjadi kenangan manis? Berikut tips dari Ustazah Farida.
Pertama, kuatkan posisi diri.
Saat kita mempunyai peran ganda, harus bekerja dari rumah sekaligus menjadi guru bagi anak-anak, kita mengerjakan pekerjaan yang luar biasa. Maka sebelum menangani anak-anak, kita harus membereskan dulu diri kita. Terutama beres secara psikologis. Bagaimana caranya?
- Susun jadwal bersama keluarga.
Tentukan kapan orang tua work from home, kapan membersamai anak. Ada yang bisa bekerja efektif di pagi hari, tapi ada juga yang bisa bekerja jika anak-anak sudah tidur. Walaupun pada kenyataannya ini akan tergabung, setidaknya kita punya patokan waktu untuk membuat skala prioritas. Kalau karyawan Apple, saat WFH karyawan harus menutup pintu, jendela dan tidak boleh bicara dengan pasangan. Apalagi sama anaknya.
- Tentukan area kerja di rumah
Terutama jika kita mempunyai dokumen-dokumen penting maka melokalisir area kerja di rumah sangat penting, agar kita bisa menjaga kebutuhan bekerja kita, sekaligus anak-anak bisa mengerti bahwa daerah itu bukan termasuk wilayah bermain mereka.
Kedua, kuatkan vibrasi diri.
“Mamaa…boseeenn…! Kapan boleh sekolah…Aahh..!” “Mama..ayo dolaaann.. Kapan boleh main lagi? Aku capek nugas di rumah terus.” “Ya Allah..kenapa hidupmu begini terus Maa.. kemarin ya gini..kemarin- kemarinnya juga gini terusss… gabut gue!”
Menurut Ustazah Farida, pernyataan seperti itu merupakan vibrasi. Yaitu getaran rasa jenuh dan bosan yang ditularkan dari seseorang kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Apakah Bunda terpengaruh menjadi ikutan bosen atau emosi? Kalau iya, berarti Bunda yang terpengaruh oleh anak. Seharusnya justru kitalah yang harus mempengaruhi anak sehingga mendapatkan suasana yang lebih baik.
Sehingga sebagai orang tua, ketika menjalani masa-masa istimewa seperti ini, kesehatan mental kita harus prima. Terutama kesehatan mental ibu, orang yang berada di garda terdepan dalam pendidikan anak.
Mungkin kondisi ini berbeda dengan ananda yang masih usia PAUD . Dengan kondisi seperti ini bisa jadi dia malah merasa senang. Bebas… bisa bermain sepuasnya.
Yang jadi tantangan justru kita orang tuanya yang harus meladeni gerak ananda seharian. Sehingga kita baru menyadari betapa lelahnya para Bunda yang ada di sekolahnya. Meladeni balita-balita yang berlarian kesana kemari dengan segala tingkah polahnya.
Bunda jadi sering masak? Sepertinya kita tiba-tiba jadi koki fulltime. Masakan begitu diangkat langsung habis. Terus masak lagi, habis lagi.
Kondisi demikian menuntut kita untuk mempunyai stamina mental yang kuat, selain stamina tubuh yang harus prima. <>