Oleh: Siti Faizah (Ketua PP Salimah)
Di antara anugerah Allah Ta’ala kepada setiap manusia adalah memiliki perasaan cinta. Cinta suami kepada istri dan sebaliknya, cinta orang tua kepada anak merupakan fitrah yang patut disyukuri, dengan menempatkan rasa cinta sebagaimana mestinya. Cinta sejati dalam Islam ditempatkan untuk Zat Maha Pencipta dan Nabi Muhammad Saw, teladan manusia yang membimbing umat dalam menggapai cinta dan rida-Nya. Lantas, bagaimana tips menanamkan cinta kepada Nabi Muhammad Saw?
Layaknya pohon yang kuat tentu memerlukan akar yang kuat. Tumbuh melewati proses panjang dengan memilih benih terbaik untuk disemai sebagai cikal bakal tumbuhan berkualitas. Menanamkan cinta kepada Nabi Saw bisa diajarkan pada anak sejak usia dini. Tatkala seorang ibu hendak menyusui bayi, membiasakan anak dengan berdoa. Meski anak belum mampu berucap dan menirukan, tetapi ia bisa mendengar dan merekam suara dengan baik. Membiasakan anak makan dan minum dengan tangan kanan sebagaimana kebiasaan Baginda Rasulullah Saw.
Memperkenalkan kebaikan Nabi Muhammad Saw sangat penting sebagai dasar keteladanan yang perlu dicontoh oleh anak. Anak membutuhkan tampilan sosok yang diidam-idamkan dalam kehidupan. Memunculkan figuritas pada anak terhadap Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah Swt dan manusia pilihan, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzaab: 21)
Kisah yang menunjukkan kecintaan Nabi Muhammad Saw kepada anak sangatlah banyak. “Nabi Saw mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqra’ bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata, “Aku punya 10 orang anak, tidak seorang pun dari mereka yang pernah kucium.” Maka Rasulullah Saw melihat kepada Al-‘Aqro’, lalu beliau berkata, “Barang siapa yang tidak merahmati atau menyayangi maka ia tidak akan dirahmati.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Nabi akhir zaman yang dijuluki sebagai bapak para anak yatim, laki-laki maupun perempuan, sebagaimana Abu Hurairah meriwayatkan hadis, “Seorang laki-laki mengadu kepada Nabi Saw akan hatinya yang keras, lalu Rasul Saw berkata, ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.’” (H.R. Imam Ahmad)
Aneka buku sirah Nabi Saw menjadi sarana membaca bagi orang tua dalam menambah khazanah cerita kepada anak dalam berbagai suasana, mendongeng sebelum tidur, menjadi bacaan keluarga, dan mengisi waktu senggang anak. Kekaguman dan kecintaan kepada Rasulullah Saw bisa diperlihatkan orang tua dengan melantunkan selawat kepada Nabi Saw, sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam Alquran, Surah Al Ahzab ayat 56.
Bagi keluarga yang memiliki kelapangan rezeki, orang tua bisa mengajak anak melaksanakan umrah, berziarah ke makam Nabi Muhammad Saw. Menapak tilas perjuangan Rasul Saw beserta keluarga dan sahabat secara langsung menjadi pengalaman berharga, pembelajaran yang efektif dalam memperkenalkan anak akan medan juang dalam menegakkan Islam dan menyebarkannya ke seluruh semesta.
Termasuk adab dalam mencintai Nabi Saw yakni mencintai keluarga, para sahabat, dan orang yang dicintai. Mengharuskan adanya penghormatan, ketundukan, keteladanan serta mendahulukan sabda beliau Saw atas segala ucapan makhluk, serta mengagungkan sunah-sunahnya (Q.S. Al-Hujuraat: 1).
Bukti cinta yang utama kepada Rasulullah Saw dengan cara meneladani, mengajarkan hadis Nabi Saw mulai dari yang pendek dan sederhana, supaya mudah mengamalkannya dalam kegiatan sehari-hari, menghiasi diri dengan adab-adab yang dicontohkan baik di kala senang maupun susah. Beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai contoh yang pernah dilakukan oleh beliau Saw dengan cara yang benar, “Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali ‘Imran: 31)
Konsekuensi kecintaan dengan menaati perintah Rasul Saw (Q.S. An-Nisaa’:13). Membenarkan dan mengikuti apa yang disampaikan, berupa sikap, perkataan, perbuatan, dan apa-apa yang disepakati, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S. An-Najm: 3-4)
Sebagai uswah hasanah, tentu akan menjadi kebaikan bagi manusia ketika beliau Saw melarang, menahan, dan mencegah segala sesuatu, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad Saw melebihi kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk Allah Ta’ala. Akan tetapi tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan syariat. Dalam sebuah hadis shahih, Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang Nasrani melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.“ (H.R. Al Bukhori) <Dimuat di Majalah Hadila edisi November 2017>