Sesungguhnya Nabi Saw ketika memberikan ucapan selamat kepada orang yang sedang menikah, beliau mengucapkan, “Baarakallaahu laka wabaaraka ‘alaika wajama’a bainakumaa fii khair.”
(Semoga Allah memberikan berkah untukmu; semoga Dia melanggengkan berkah atasmu; dan semoga Dia menghimpun kamu berdua dalam kebaikan.)
Hadis ini terdapat dalam Sunan Abu Dawud dalam Kitab Awwal Kitaab An-Nikaah, Bab Maa Yuqaal Lilmutazawwij: 2130. Ia juga tetera dalam Musnad Ahmad dalam Musnad Abi Hurairah: 8956,8957. Ia tertulis juga dalam Sunan Tirmidzi, dengan redaksi yang sedikit berbeda, dalam Kitab Abwaab An-Nikaah, Bab Maa Jaa-a Fiimaa Yuqaa Lilmutazawwij: 1091. Al-Albani menilai hadis ini sebagai hadis sahih. (lihat Shahiih Abi Dawud: 1850).
Ini doa keberkahan untuk pengantin. Doa inilah yang diajarkan Rasulullah Saw, bukan ucapan selamat atau doa yang lain. Ajaran ini sekaligus menghapus kebiasaan masyarakat jahiliah yang mengucapkan, “Semoga bahagia dan banyak anak.”
Memang, berharap agar pengantin bahagia dan banyak anak bukanlah sebuah kesalahan. Rasulullah Saw sendiri menyerukan agar umatnya menikah dengan wanita yang penuh cinta dan banyak melahirkan. Hanya saja, ucapan ini kurang tepat untuk hari pernikahan. Paling tidak, ucapan ini mengisyaratkan persepsi masyarakat jahiliah yang sangat sederhana tentang pernikahan dan rumah tangga yaitu, senang-senang dan beranak pinak. Padahal menikah dan berumah tangga bukan sekadar urusan itu saja. Ada tujuan lain yang harus terwujudkan.
Berbeda dengan persepsi masyarakat jahiliah, doa yang diajarkan Rasulullah Saw ini mengisyaratkan tiga hal penting dalam pernikahan dan rumah tangga. Pertama, pentingnya keberkahan dalam memulai kehidupan berumah tangga. Kedua, pentingnya perawatan berkah yang berkelanjutan. Ketiga, pentingnya rumah tangga menjadi media tumbuh dan berseminya setiap kebaikan.
Keberkahan dalam membangun rumah tangga bermula saat suami istri memilih dan menentukan pasangannya. Keberkahan hanya akan didapatkan jika setiap calon suami atau istri memilih pasangan berdasarkan kesalehannya. Salah dalam memilih pasangan berpotensi menghalangi hadirnya keberkahan. Karena itu, Rasulullah Saw menyerukan agar lelaki memilih wanita yang taat beragama sebagai pasangan hidupnya. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, “Wanita umumnya dinikahi karena empat hal yaitu, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.”
Karena itu pula, Rasulullah Saw memerintahkan kepada para orangtua untuk menikahkan anak-anak perempuannya dengan lelaki yang baik agama dan perilakunya. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Jika telah datang kepada kalian lelaki yang kalian rela agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dengan anak perempuan kalian, jika tidak niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.”
Bukan berarti kekayaan, wajah yang rupawan, dan kebangsawanan tidak penting dalam rumah tangga. Itu semua penting. Harta penting untuk menopang bangunan ekonomi rumah tangga. Wajah yang rupawan penting untuk mempererat ikatan cinta. Kebangsawanan dianggap penting untuk mengangkat martabat keturunan di mata manusia. Hanya saja, semua tidak akan berarti apa-apa tanpa kesalehan. Kekayaan bisa habis karena terus digunakan. Kecantikan bisa pudar dimakan usia. Kebangsawanan bisa runtuh karena keburukan perilaku. Berbeda dengan itu semua, kesalehan tak akan pernah padam. Kesalehan akan menjadi sumber kekuatan yang mengokohkan ketahanan rumah tangga dan memastikan cinta terus bersemi meski usia telah senja.
Untuk itu, rumah tangga harus menjamin hadirnya suasana kesalehan, suasana yang mendukung untuk terbarukannya iman dan takwa bagi orang-orang yang ada di dalamnya. Iman dan takwa yang selalu terbarukan inilah yang akan mengundang kehadiran berkah berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan firmanNya dalam Q. S. Al-A’raaf ayat 96.
Setelah suami dan istri saleh dan salihah, maka rumah tangganya harus menjadi rumah tangga yang penuh dengan kebaikan. Di dalamnya tumbuh dan bersemi setiap kebaikan yang mengantarkan semua orang yang ada di dalamnya terhindar dari murka dan siksa Allah Swt. Dalam kaitan ini, Allah Swt berfirman dalam Q. S. At-Tahrim ayat 6. Dari rumah tangga yang seperti ini diharapkan nilai-nilai kebaikan akan menyebar ke seluruh penjuru.
Ketiga hal inilah yang kelak menjadikan rumah tangga memiliki corak yang istimewa. Karena itulah, ia harus dipastikan tercakup dalam visi rumah tangga setiap muslim. Wallaahu a’lam bish-shawwab.
[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha
Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2016]