Hadila.co.id—Wasiat Allah sepanjang masa ini melanjutkan pembahasan Wasiat Allah sepanjang masa (Bagian 2) yang akan menjamin keberadaan takwa dalam diri manusia sehingga akan membuat kita terjauh dari jalan kesesatan dan perpecahan.
4. Tidak mendekati perbuatan-perbuatan yang keji (al-fahisyah), baik yang nampak maupun yang tersembunyi.
Terdapat beberapa penafsiran tentang makna al-faahisyah yang dikemukakan oleh para ahli tafsir. Namun, semuanya bermuara pada semua jenis kemaksiatan yang merupakan bentuk pengingkaran kepada Allah, sekecil apa pun jenis kemaksiatan itu. Di antara bentuk kemaksiatan yang paling keji dimuat dalam tiga ayat berikut ini.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan al-faahisyah, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (Q.S. Al A’raaf [7]: 80)
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu adalah faahisyah (amat keji) dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Q.S. An-Nisaa [4] 22)
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Israa’ [17]: 32)
5. Tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Tubuh manusia merupakan harta titipan Allah Swt sehingga setiap manusia tidaklah berhak untuk berlaku seenaknya terhadap harta titipan tersebut, baik yang menjadi miliknya maupun milik orang lain. Tubuh atau jasad manusia wajib dihormati, bahkan saat telah menjadi jenazah sekalipun. Tidak berarti bahwa setelah meninggal, lantas dengan alasan tidak lagi merasakan apa-apa, kemudian kita memperlakukan jenazah dengan semena-mena, apalagi tidak senonoh.
Dengan demikian, jelaslah alasan Allah Swt. mengharamkan membunuh (manusia) karena sama artinya mengkhianati titipan berharga dari Allah, kecuali kalau dengan alasan yang dibenarkan oleh-Nya. Mereka yang sama sekali diharamkan oleh Allah untuk dibunuh adalah sebagai berikut:
- Muslim, seperti sabda Rasulullah Saw, “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar melainkan Allah dan bahwa sesungguhnya saya adalah utusan Allah kecuali karena tiga perkara, yaitu seorang yang membunuh (tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat), orang yang berzina sedang dia telah menikah, dan seorang yang keluar dari agama serta meninggalkan jamaah.” (H.R. Bukhari)
- Kafir dzimmi, yaitu orang-orang non-muslim yang hidup di negara muslim dan membayar jizyah untuk keamanan mereka. Haram menumpahkan darah mereka selama mereka tidak melakukan hal-hal yang membatalkan keharaman tersebut.
Allah berfirman, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah (pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (Q.S. At-Taubah [90]: 29)
Baca Juga: Wasiat Allah sepanjang masa (Bagian 2)
- Kafir mu’aahad, yaitu orang-orang kafir yang menjalin perjanjian damai dengan orang-orang Islam. Maka, selama mereka tidak menodai perjanjian tersebut, diharamkan bagi kaum muslimin untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat membatalkannya.
Rasulullah Saw mengancam orang-orang muslim yang membunuh orang musyrik yang telah diberi jaminan keamanan oleh penguasa kaum muslimin (kafir mu’aahad) dengan bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang kafir yang telah diberi jaminan keamanan, sungguh dia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya dapat tercium sejauh 40 tahun perjalanan.” - Kafir musta’man, yaitu orang-orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan dari seorang muslim selama mereka tidak membatalkan jaminan tersebut. AllahSwt berfirman, “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah dia supaya dia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Q.S. At-Taubah [9]: 6) Wallaahu a’lam. <Bersambung/ Dr. Aam Amiruddin; Rubrik Kalam Illahi Hadila Edisi 85 Juli 2014>
Lanjut ke Wasiat Allah Sepanjang Masa (Bagian 4)